Ketua AJI Indonesia, Abdul Manan dalam Lokakarya Etik dan Profesionalisme Jurnalis di Kota Malang, Jumat (29/3/2019) Maret 2019. (Foto: BATUKITA.com)
BATUKITA, Kota Malang - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta jurnalis mengedepankan kepentingan publik dalam menyajikan karya jurnalistiknya. Jurnalis juga dituntut taat kode etik, Undang Undang Pers serta regulasi Dewan Pers.
"Kalau anggota AJI, selain kode etik ditambah kode perilaku," kata Ketua AJI Indonesia, Abdul Manan dalam Lokakarya Etik dan Profesionalisme Jurnalis di Kota Malang, Jumat (29/3/2019) Maret 2019. Lokakarya sebagai rangkaian kegiatan Uji Kompetensi Jurnalis.
Manan kembali menggarisbawahi pentingnya kode etik dan taat peraturan itu untuk mencegah agar masyarakat tidak mendapatkan berita yang salah. Sebab di era digitalisasi saat ini, media terbawa dalam budaya tayang cepat.
Jurnalis LKBN Antara Budisantoso Budiman menyebutkan, pemahaman materi hukum pers harus terus ditingkatkan. Itu berguna untuk menghindari jerat hukum pidana dan perdata.
Budi mengingatkan, mayoritas lembaga media atau jurnalis yang terkena jerat hukum karena lalai. Kelalaian itu disebabkan tuntutan redaksional atau deadline harus segera tayang.
Ia juga menjelaskan banyaknya jerat hukum pidana dan perdata yang bisa menyasar jurnalis. Antara lain jerat membocorkan rahasia negara, pencemaran nama baik yang menggunakan pasal karet serta berita bohong.
"Menyebarkan konten berita di media sosial kalau tidak hati-hati juga bisa terjerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik," ungkap Budi yang juga anggota Badan Penguji UKJ AJI Indonesia ini.
“Agar terhindar dari jerat-jerat hukum pidana dan perdata, salah satunya dengan mematuhi kode etik jurnalistik dan tidak tergesa,” sambung Budi.
Untuk memenuhi standarisasi jurnalis profesional, AJI Indonesia menggelar uji kompetensi. Sebanyak 900 anggota AJI Indonesia telah mengikuti UKJ. Sedangkan 900 anggota lain belum mengikuti uji kompetensi.
Sementara data Dewan Pers jumlah jurnalis yang mengikuti UKJ sekitar 10 ribu orang. Terdiri dari anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia 700 orang, selebihnya 9 ribuan anggota Persatuan Wartawan Indonesia. (*)
Editor: Yosi Arbianto
"Kalau anggota AJI, selain kode etik ditambah kode perilaku," kata Ketua AJI Indonesia, Abdul Manan dalam Lokakarya Etik dan Profesionalisme Jurnalis di Kota Malang, Jumat (29/3/2019) Maret 2019. Lokakarya sebagai rangkaian kegiatan Uji Kompetensi Jurnalis.
Manan kembali menggarisbawahi pentingnya kode etik dan taat peraturan itu untuk mencegah agar masyarakat tidak mendapatkan berita yang salah. Sebab di era digitalisasi saat ini, media terbawa dalam budaya tayang cepat.
Jurnalis LKBN Antara Budisantoso Budiman menyebutkan, pemahaman materi hukum pers harus terus ditingkatkan. Itu berguna untuk menghindari jerat hukum pidana dan perdata.
Budi mengingatkan, mayoritas lembaga media atau jurnalis yang terkena jerat hukum karena lalai. Kelalaian itu disebabkan tuntutan redaksional atau deadline harus segera tayang.
Ia juga menjelaskan banyaknya jerat hukum pidana dan perdata yang bisa menyasar jurnalis. Antara lain jerat membocorkan rahasia negara, pencemaran nama baik yang menggunakan pasal karet serta berita bohong.
"Menyebarkan konten berita di media sosial kalau tidak hati-hati juga bisa terjerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik," ungkap Budi yang juga anggota Badan Penguji UKJ AJI Indonesia ini.
“Agar terhindar dari jerat-jerat hukum pidana dan perdata, salah satunya dengan mematuhi kode etik jurnalistik dan tidak tergesa,” sambung Budi.
Untuk memenuhi standarisasi jurnalis profesional, AJI Indonesia menggelar uji kompetensi. Sebanyak 900 anggota AJI Indonesia telah mengikuti UKJ. Sedangkan 900 anggota lain belum mengikuti uji kompetensi.
Sementara data Dewan Pers jumlah jurnalis yang mengikuti UKJ sekitar 10 ribu orang. Terdiri dari anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia 700 orang, selebihnya 9 ribuan anggota Persatuan Wartawan Indonesia. (*)
Editor: Yosi Arbianto