Patung simbolisasi Ken Arok di Gedung Olahraga (GOR) Ken Arok Kota Malang yang dibangun di masa pemerintahan Wali Kota Peni Suparto (Foto: BATUKITA.com)
BATUKITA, Kota Batu - Sekitar 300 tahun setelah masa Mpu Sindok, masuklah ke masa pemerintahan Kediri (Panjalu, Daha) hingga Singhasari. Ada seorang tokoh fenomenal kontroversial di abad ke-13 ini. Dialah Ken Arok alias Ken Angrok. Nenek moyang raja-raja Jawa lakon taktik perang ini, diyakini berasal dari daerah Batu-Malang.
Meski lokasi asal masih bahan perdebatan sekonstroversi kisah hidupnya, tetapi asumsi yang dibangun tentang asal-usul Angrok dari Batu-Malang, dilandasi argumen yang masuk akal. Asumsi ini bisa bertahan hingga suatu saat nanti, ada prasasti atau artefak lain yang menegaskan tentang lokasi asal pendiri Kerajaan Singhasari ini.
Drs M Dwi Cahyono M.Hum dalam Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa (2011) menegaskan, keyakinan Angrok dari daerah Batu bisa dilihat dari nama gelar saat menjadi Raja Singhasari pertama.
Dalam kitab Pararaton, Angrok bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Di kitab Negarakertagama menyebut gelarnya sebagai Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Meski dua kitab itu sering dianggap beda latar belakang penulisannya, namun untuk gelar Ranggah Rajasa ini, kedua kitab itu menyebut hal yang sama.
Dwi menerangkan, salah satu unsur nama gelar itu adalah Rajasa. Pemakaian unsur Rajasa dalam nama gelar raja, kuat ditafsirkan sebagai pengabadian terhadap daerah asalnya. Yakni Desa Rajasa.
Toponimi (ilmu asal usul nama tempat) Rajasa sangat serupa dengan Rejoso (Njoso), yang kini nama dukuh di Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo Kota Batu. Desa Rajasa bisa jadi adalah Rejoso di masa lampau.
Desa Rajasa memang ada semenjak dulu. Dalam Pararaton disebut jelas terkait konflik antar desa pada masa Tohjaya. Yaitu antara orang-orang dari Desa Rajasa dan Desa Sinelir.
Mengapa nama Rajasa penting untuk diambil sebagai gelar? Bisa jadi karena Rajasa lokasi istimewa menurut Ken Angrok. Letak desa Rajasa (Rejoso) kini ada di Kecamatan Junrejo. Wilayah Junrejo ini secara geografis telah menjadi kawasan istimewa semenjak lama.
Pada masa Raja Mataram Kuno Dyah Wawa (abad ke-10), ditancapkan Prasasti Sangguran di wilayah Junrejo ini. Lokasi tepatnya kini bernama Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo.
Prasasti Sangguran menegaskan Sangguran sebagai wilayah istimewa karena ada sekelompok masyarakat pande besi yang mendapat kedudukan spesial di mata raja. Masyarakat pande ini diasumsikan adalah kelompok pemasok persenjataan perang bagi Mataram kuno. Sehingga wilayah ini sangat menguatkan asumsi Rajasa- dari nama Desa Rajasa-penting untuk ditampilkan dalam gelar.
Di wilayah Junrejo ini juga ada Dukuh Jun Watu. Nama Jun Watu juga sudah muncul dalam Pararaton. Yakni salah satu lokasi tempat Angrok yang masih muda berpetualang. Kondisi saat ini, Jun Watu ada dalam satu kecamatan dengan Rejoso (Kecamatan Junrejo). Ini juga menguatkan bahwa Ken Angrok mengambil nama gelar Rajasa karena keistimewaan desa bernama Rajasa itu.
Bukankah ibu Ken Arok yakni Ken Ndok dalam Pararaton berasal dari Pangkur? Dwi mengasumsikan, Pangkur adalah anak desa (anak thani) dari Desa (thani) Rajasa.
Pelokasian tempat asal Angrok dari Rajasa juga didukung dengan lokasi orang yang pernah berinteraksi dengan Angrok saat usianya belasan tahun (anak gembala). Orang itu adalah Bangosamparan.
Disebutkan dalam Pararaton, Bangosamparan dari daerah Karuman. Diyakini Karuman adalah Dukuh Aruman yang kini ada di Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Berjarak sekitar 10 kilometer ke arah timur dari Desa Rejoso Kota Batu.
Dalam kisah pertemuan dengan Bangosamparan itu, juga ada lokasi bernama Rabut (bukit) Jalu, tempat Bangosamparan mengasingkan diri. Bila dicocokkan dengan kondisi geografis antara Rejoso-Tlogomas saat ini, nyata adanya sebuah bukit. Yakni yang disebut masyarakat sebagai Gunung Wukir. Asumsi Dwi tentang Rajasa ini lebih banyak didukung dari kajian ekologi dan geografis.
Tentang kata Rajasa ini, ada pendapat lain dari Suwardono, pengajar sejarah di IKIP Budi Utomo Kota Malang. Suwardono memilih menganalisanya dengan pisau etimologi alias asal-usul kata.
Seperti dilansir historia, kata rajasa berasal dari bahasa Sanskerta. Mardiwarsito mengartikannya: dengan paksaan, dengan tekanan. Sementara Poerwadarminta mengartikannya sebagai: merayu dan merajuk. Sedangkan Zoetmulder mengartikan kata rajasa dengan sifat rajas atau sifat penuh nafsu, bergairah, semangat, birahi, prajurit yang gigih. Wojowasito memberikan artian: penuh, meluap, mengalahkan, merebut, dan merampas.
Mencermati pengertian itu, kata Suwardono, dapat dipahami bahwa kata rajasa sebenarnya bentuk penghalusan dari kata Angrok. Kata Angrok punya arti menyerbu atau menyerang.
Meski berbeda, pendapat Suwardono ini tidak mematahkan analisa Dwi Cahyono yang menggunakan pisau analisis ekofaktual (ekologi). Sebab keduanya berbeda. Sejauh belum ada data artefaktual atau prasasti baru yang ditemukan, Dwi menegaskan bahwa Ken Angrok diyakini berasal dari daerah Batu-Malang. (bersambung)
Penulis: Ardi Nugroho
Editor: Yosi Arbianto
Meski lokasi asal masih bahan perdebatan sekonstroversi kisah hidupnya, tetapi asumsi yang dibangun tentang asal-usul Angrok dari Batu-Malang, dilandasi argumen yang masuk akal. Asumsi ini bisa bertahan hingga suatu saat nanti, ada prasasti atau artefak lain yang menegaskan tentang lokasi asal pendiri Kerajaan Singhasari ini.
Drs M Dwi Cahyono M.Hum dalam Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa (2011) menegaskan, keyakinan Angrok dari daerah Batu bisa dilihat dari nama gelar saat menjadi Raja Singhasari pertama.
Dalam kitab Pararaton, Angrok bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Di kitab Negarakertagama menyebut gelarnya sebagai Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Meski dua kitab itu sering dianggap beda latar belakang penulisannya, namun untuk gelar Ranggah Rajasa ini, kedua kitab itu menyebut hal yang sama.
Dwi menerangkan, salah satu unsur nama gelar itu adalah Rajasa. Pemakaian unsur Rajasa dalam nama gelar raja, kuat ditafsirkan sebagai pengabadian terhadap daerah asalnya. Yakni Desa Rajasa.
Toponimi (ilmu asal usul nama tempat) Rajasa sangat serupa dengan Rejoso (Njoso), yang kini nama dukuh di Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo Kota Batu. Desa Rajasa bisa jadi adalah Rejoso di masa lampau.
Desa Rajasa memang ada semenjak dulu. Dalam Pararaton disebut jelas terkait konflik antar desa pada masa Tohjaya. Yaitu antara orang-orang dari Desa Rajasa dan Desa Sinelir.
Mengapa nama Rajasa penting untuk diambil sebagai gelar? Bisa jadi karena Rajasa lokasi istimewa menurut Ken Angrok. Letak desa Rajasa (Rejoso) kini ada di Kecamatan Junrejo. Wilayah Junrejo ini secara geografis telah menjadi kawasan istimewa semenjak lama.
Pada masa Raja Mataram Kuno Dyah Wawa (abad ke-10), ditancapkan Prasasti Sangguran di wilayah Junrejo ini. Lokasi tepatnya kini bernama Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo.
Prasasti Sangguran menegaskan Sangguran sebagai wilayah istimewa karena ada sekelompok masyarakat pande besi yang mendapat kedudukan spesial di mata raja. Masyarakat pande ini diasumsikan adalah kelompok pemasok persenjataan perang bagi Mataram kuno. Sehingga wilayah ini sangat menguatkan asumsi Rajasa- dari nama Desa Rajasa-penting untuk ditampilkan dalam gelar.
Di wilayah Junrejo ini juga ada Dukuh Jun Watu. Nama Jun Watu juga sudah muncul dalam Pararaton. Yakni salah satu lokasi tempat Angrok yang masih muda berpetualang. Kondisi saat ini, Jun Watu ada dalam satu kecamatan dengan Rejoso (Kecamatan Junrejo). Ini juga menguatkan bahwa Ken Angrok mengambil nama gelar Rajasa karena keistimewaan desa bernama Rajasa itu.
Bukankah ibu Ken Arok yakni Ken Ndok dalam Pararaton berasal dari Pangkur? Dwi mengasumsikan, Pangkur adalah anak desa (anak thani) dari Desa (thani) Rajasa.
Pelokasian tempat asal Angrok dari Rajasa juga didukung dengan lokasi orang yang pernah berinteraksi dengan Angrok saat usianya belasan tahun (anak gembala). Orang itu adalah Bangosamparan.
Disebutkan dalam Pararaton, Bangosamparan dari daerah Karuman. Diyakini Karuman adalah Dukuh Aruman yang kini ada di Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Berjarak sekitar 10 kilometer ke arah timur dari Desa Rejoso Kota Batu.
Dalam kisah pertemuan dengan Bangosamparan itu, juga ada lokasi bernama Rabut (bukit) Jalu, tempat Bangosamparan mengasingkan diri. Bila dicocokkan dengan kondisi geografis antara Rejoso-Tlogomas saat ini, nyata adanya sebuah bukit. Yakni yang disebut masyarakat sebagai Gunung Wukir. Asumsi Dwi tentang Rajasa ini lebih banyak didukung dari kajian ekologi dan geografis.
Tentang kata Rajasa ini, ada pendapat lain dari Suwardono, pengajar sejarah di IKIP Budi Utomo Kota Malang. Suwardono memilih menganalisanya dengan pisau etimologi alias asal-usul kata.
Seperti dilansir historia, kata rajasa berasal dari bahasa Sanskerta. Mardiwarsito mengartikannya: dengan paksaan, dengan tekanan. Sementara Poerwadarminta mengartikannya sebagai: merayu dan merajuk. Sedangkan Zoetmulder mengartikan kata rajasa dengan sifat rajas atau sifat penuh nafsu, bergairah, semangat, birahi, prajurit yang gigih. Wojowasito memberikan artian: penuh, meluap, mengalahkan, merebut, dan merampas.
Mencermati pengertian itu, kata Suwardono, dapat dipahami bahwa kata rajasa sebenarnya bentuk penghalusan dari kata Angrok. Kata Angrok punya arti menyerbu atau menyerang.
Meski berbeda, pendapat Suwardono ini tidak mematahkan analisa Dwi Cahyono yang menggunakan pisau analisis ekofaktual (ekologi). Sebab keduanya berbeda. Sejauh belum ada data artefaktual atau prasasti baru yang ditemukan, Dwi menegaskan bahwa Ken Angrok diyakini berasal dari daerah Batu-Malang. (bersambung)
Penulis: Ardi Nugroho
Editor: Yosi Arbianto
Baca juga:
- Sejarah Daerah Batu-Malang (1): Awal Mula Kehidupan Manusia di Daerah (Kota) Batu
- Sejarah Daerah Batu-Malang (2): Jejak Masa Megalitikum di Kota Batu
- Sejarah Daerah Batu-Malang (3): Religiositas Warga Batu Mulai Masa Megalitikum
- Sejarah Daerah Batu-Malang (4): Desa Batu Ada Sejak Hindu-Buddha Abad 10
- Sejarah Daerah Batu-Malang (5): Prasasti Sangguran Bukti Daerah Batu Istimewa
- Sejarah Daerah Batu-Malang (5A): Candi Mananjung Ditemukan
- Sejarah Daerah Batu-Malang (6): Raja Mpu Sindok Wariskan Candi Songgoriti
- Sejarah Daerah Batu Malang (6-A): Pemandian Warisan Mpu Sindok Diteruskan Belanda
- Sejarah Daerah Batu-Malang (7): Ken Arok, Lakon Kontroversial dari Batu-Malang
- Sejarah Daerah Batu-Malang (8): Zaman Majapahit, Batu-Malang Desa Agraris Otonom
- Sejarah Daerah Batu-Malang (9): Awal dan Corak Pengaruh Islam di Kota Batu
- Sejarah Daerah Batu Malang (10): Mbah Mbatu Bukan yang Pertama
- Sejarah Daerah Batu Malang (11): Awal Penjajah Kolonial Masuk Daerah Batu
- Sejarah Daerah Batu Malang (12): Masuknya Pertanian Kolonial di Daerah Batu
- Sejarah Daerah Batu Malang (13): Juragan & Saudagar Masa Kolonial
- Sejarah Daerah Batu Malang (14): Era Belanda, Batu di Bawah Kecamatan Sisir
- Sejarah Daerah Batu Malang (15): Jepang Datang ke Batu Hanya 60 Orang
- Sejarah Daerah Batu Malang (16): Batu Masa Kemerdekaan
- Sejarah Daerah Batu Malang (17): Agresi Militer 1, Belanda Kuasai Batu Lebih Dulu
- Sejarah Daerah Batu Malang (18): Pujon Jadi Basis Pejuang dan Pengungsi saat Agresi Belanda I
- Sejarah Daerah Batu Malang (19): Sebagian Nama Pahlawan saat Agresi Militer Belanda
- Sejarah Daerah Batu Malang (20): Kota Batu Saksi Bisu Kerugian Perjanjian Renville
- Sejarah Daerah Batu Malang (21): Mulai 1950, Batu di Bawah Kawedanan Pujon
- Sejarah Daerah Batu Malang (22): Tahun 1993-2001 Berstatus Kotatif Batu