Jafro Megawanto adalah atlet olahraga paralayang asal Kota Batu Jawa Timur yang bisa meraih dua emas dan satu perunggu di Asian Games 2018. (Foto: Jafro for BATUKITA.com)
BATUKITA.COM-Kota Batu - Jafro Megawanto adalah atlet olahraga paralayang asal Kota Batu yang bisa meraih dua emas di Asian Games 2018.
Total tiga medali yang ia rebut. Satunya adalah perunggu. Jafro memeroleh nilai total akurasi di Asian Games 2018: 308,4.
Bersama lima atlet paralayang lainnya yang juga asal Kota Batu, ia berhasil mengharumkan nama Indonesia. Presiden Dewan Olimpiade Asia (OCA) Sheikh Ahmad Al Fahad Al Sabah pun hadir saat closing ceremony di Jakarta.
”Saya juara satu beregu dapat medali emas, di nomor individu pria juga dapat medali emas. Dan di lomba cross country dapat medali perunggu. Sangat senang karena kerja keras berbuah manis, " kata Jafro Megawanto dengan senyum lebar.
Pada 2017 lalu, Jafro Megawanto juga telah meraih juara pada turnamen Paragliding Accuracy World Cup (PGAWC) tingkat dunia di benua Eropa, September 2017.
Bersama enam atlet paralayang Kota Apel, ia terbang ke Slovenia. ”Saya juara dua beregu tingkat dunia di PGAWC Slovenia 2017,” ucap Jafro.
Kembali tentang Asian Games 2018, awalnya ia ingin mengincar semua emas dari kategori pria. Tetapi pada kelas beregu cross country, ia harus puas meraih perunggu.
Cabor paralayang Asian Games 2018 memperebutkan enam medali emas. Dua emas di kategori akurasi ketepatan mendarat nomor individu pria dan nomor individu wanita. Lalu dua emas nomor beregu pria dan nomor beregu wanita. Kemudian dua emas nomor beregu pria dan wanita di kelas cross country (lintas alam).
Awalnya Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi mewanti-wanti cabor paralayang harus dapat satu medali emas. Dan target itu bisa diraih dengan menyumbangkan medali emas dari tim beregu putra nomor ketepatan mendarat (KTM).
Tim paralayang terus mengejar. Lalu Jafro menambah satu medali emas lagi di nomor akurasi individu pria. Jafro menyingkirkan atlet Thailand Jirasak Witeetham dan atlet Korea Selatan Lee Chul Soo. Tentu, prestasi gemilang tersebut membuat keluarga, warga Batu dan Indonesia turut bangga.
Pria yang tinggal di Dusun Krajan Kelurahan Songgokerto Kota Batu ini menjabarkan, menjadi pilot paralayang tentu banyak tantangan. Sebab, bertarung di udara tidak sama seperti berlaga di darat.
Untuk itu, fokus utama adalah melakukan pengamatan udara dan cuaca. Agar hal yang tidak bisa diprediksi dan datang tiba-tiba bisa segera dihindari. Selain itu juga, harus memompa kekuatan fisik, mental dan teknik meng-handle parasut.
Menjaga kestabilan kondisi psikologi seorang atlet juga wajib dilakukan secara maksimal. Yaitu melakukan usaha penguasaan diri. Jiwa dan pikiran butuh dikontrol dan benar-benar di titik tenang. Upaya tersebut agar saat pilot tiba di titik landing, bisa akurat dan menorehkan poin bagus.
"Ini yang perlu diingat, membaca cuaca. Lalu lawan terberat adalah berusaha mengontrol diri di tiap perlombaan," nasehat pria yang punya lisensi PL 3 FASI ini.
Bagi Jafro, keberhasilan dalam setiap kompetisi tidak sekadar menunjukkan kematangan kemampuan. Bukan pula untuk gaya-gayaan karena berhasil mengoleksi pundi-pundi medali dan piala. Tetapi mengangkat kehormatan bangsa dan negara.
”Ya semua atas nama negara. Saat itu, harus yakin bisa dapat emas. Sebab, jadi tuan rumah. Apalagi cabor paralayang pertama kali ikut lomba," kata anak pasangan Budi Sutrisno dengan Suliasih ini.
Jafro bercerita, ia sangat bersyukur sejak kecil sering diajak kedua orang tuanya ke sawah dan ladang yang berlokasi dekat titik landing paralayang. Lulusan SD Songgokerto 02 ini mencoba menjadi paraboy (jurulipat) parasut. Baik bagi atlet atau wisatawan yang tandem terbang paralayang.
"Awalnya jadi jurulipat. Dibayar 5.000 rupiah satu kali lipat,” kata remaja lulusan SMK 17 Agustus Kota Batu ini.
Singkat cerita, potensi alamiah Jafro dari kebiasaan melipat parasut didengar pecinta paralayang lainya yang lebih senior. Jafro bertemu dengan Yossi Pasha manajer paralayang 'Ayo Kita Kemon'.
Alumnus SMP Muhammadiyah 08 Batu ini pada awalnya masih takut saat terbang. Namun, di tangan dingin Yossi Pasha, Jafro kecil banyak belajar.
Anak kedua dari tiga saudara ini pantang menyerah. Apalagi ia mendapat pinjaman parasut. Ia belajar lebih gigih dan bekerja keras.
Untuk mengukir prestasi, tamatan SMK 17 Agustus Kota Batu ini belajar dari nol. Mulai dari mengenal jenis-jenis paralayang, teknik keakuratan mendarat dan bagaimana mengusai canopy. Lalu terbang dengan bagus dan mengenal medan saat kompetisi.
Sepandai-pandai tupai melompat pernah jatuh juga. Begitu pula Jafro. Ia pernah saat hendak landing tiba-tiba angin kencang. Bersamaan itu pula kakinya kurang pas menginjak tanah. Akibatnya kakinya keseleo. Namun hal itu tak menyurutkan nyali untuk terbang tinggi dan mengukir prestasi.
”Biasanya kalau terjadi begitu hanya pijat. Bisa sembuh, " kata Jafro.
Sudah puluhan even dan lomba di berbagai kota yang ia ikuti. Misalnya di Puncak Bogor-Jawa Barat, Wonogiri, Kemuning Jawa Tengah, Padang Sumatera, dan Manado.
Kemudian terbang keliling ke luar negeri saat ada turnamen paragliding. Seperti terbang ke Thailand, Serbia, Kanada, serta ke Slovenia.
Dari hasil kerja keras itu, hasilnya ia gunakan membangun rumah idaman. Lalu membuka usaha keluarga. ”Inginnya mengumrahkan orangtua," kata remaja berzodiak Pisces ini.
Ke depan, jiwanya masih terpaku di dunia paralayang. Ia melihat masih banyak kesempatan untuk meraih prestasi. (*)
Yosi Arbianto