Rektor Unpab Dr H Muhammad Isa Indrawan SE MM dan Kabid Pembinaan Pendidikan Khusus Disdik Sumut Dra Rosmawati Nadeak MPd memberikan bantuan Eco-enzyme dan peralatan cuci tangan untuk 30 sekolah di Sumut guna pencegahan Covid-19. Acara digelar di Cafe Branda Kampus Unpab, Senin (28/9) seusai acara webincang. (Sumut Pos for BATUKITA.com)
BATUKITA.COM-Medan - Sebuah oase pelestarian lingkungan wilayah Sumatera muncul dari kampus Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab).
Di wilayah Sei Sikambing ini, ada nama Bang Jumadi, demikianlah orang memanggil Jumadi, SP, Kabag Taman dan Kebersihan Universitas Panca Budi, Perguruan Panca Budi, dalam naungan Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya.
Bang Jumadi bersama 31 orang anggota timnya melakukan eksplorasi yang menarik: bereksperimen dengan sampah.
Ia mengembangkan produk Eco-enzyme dari sampah-sampah organik yang ia kumpulkan. Pihak Rektor Unpab Dr H Muhammad Isa Indrawan SE MM pun memberikan dukungan penuh.
Eco-enzyme merupakan cairan fermentasi dari limbah organik buah-buahan, sayur, batang sayur, dan sampah organik lainnya. Lalu ia campur dengan molase (gula tetes tebu) atau gula merah. Kemudian difermentasi selama lebih kurang 100 hari.
Walaupun berasal dari sampah organik, namun setelah fermentasinya jadi, Eco-enzyme sama sekali tidak berbau busuk. Bahkan cenderung menyegarkan karena beraroma seperti wine atau tape.
Eco-enzyme sebenarnya adalah hasil riset dari Dr. Rosukon Poompanvong, founder Asosiasi Pertanian Organik (Organic Agriculture Association) dari Thailand.
Ia menerima penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization, Organisasi Pangan dan Pertanian) PBB atas penemuannya ini.
Kemudian Dr. Joean Oon, Direktur The Centre for Naturopathy and Protection of Families di Penang Malaysia, membantu untuk menyebarluaskan segudang manfaat dari Eco-enzyme ini.
Eco-enzym bisa dikatakan sebagai cairan sapu jagat dengan beribu manfaat. Bisa digunakan sebagai pupuk tanaman, menyuburkan tanah, meningkatkan kualitas dan rasa buah serta sayuran.
Termasuk untuk mengusir hama atau hewan yang mengganggu di sekitar rumah, seperti kecoa, semut, lalat, nyamuk, dan serangga lainnya.
Eco-enzyme juga bisa sebagai campuran pakan ternak dan ikan serta mempercepat dekomposisi kompos.
Bahkan bisa berfungsi sebagai cairan untuk membersihkan rumah, mencuci baju, cuci piring, sayur, buah.
Eco-enzyme bisa pula untuk mandi, keramas, sikat gigi, dan untuk perawatan kulit tubuh serta kulit wajah wanita (berupa produk jamur Eco-enzyme ).
Selain itu, cairan serba guna ini bisa berfungsi untuk membersihkan air yang tercemar (untuk diaplikasikan di sungai, di selokan, di mata air).
Bahkan saat proses pembuatan Eco-enzyme, akan terjadi pelepasan gas ozon (O3) yang akan mengurangi karbondioksida di atmosfer yang memperangkap panas di awan. Sehingga mengurangi efek rumah kaca dan global warming.
Bang Jumadi (kanan) bersama penulis (Foto: ist for BATUKITA.com)
Saat ini di Sumatera Utara, Unpab telah dikenal sebagai kampus yang ikut mempelopori dan memotori aplikasi Eco-enzyme di masyarakat. Yakni dengan konsisten, dan dengan skala yang cukup besar.
Di “bengkel” Bagian Taman dan Kebersihan, setiap harinya diproses beratus-ratus liter fermentasi sampah organik untuk menghasilkan Eco-enzyme
Pada situasi COVID-19 ini, di kampus Unpab, Eco-enzyme juga banyak digunakan sebagai pengganti desinfektan. Baik untuk bilik sterilisasi yang aman bagi manusia, juga untuk penyemprotan ruangan dan area publik sebagai pengganti desinfektan. Termasuk sebagai sanitizer dan antiseptic.
Bang Jumadi pun secara pribadi tak kenal lelah mengujicoba Eco-enzyme ini. Kini bapak dua orang putri ini tengah menggarap seperempat hektar lahan pertanian padi miliknya dengan Eco-enzyme. Ia mencoba mengarap sawah tanpa pupuk kimia dan pestisida.
Keluarga pria kelahiran Kota Rantang, Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, 47 tahun yang lalu ini, di rumahnya juga selalu menggunakan Eco-enzyme untuk segala keperluan rumah tangga sehari-hari.
Cara Membuat Eco-enzyme
Bahan (perbandingan 1: 3: 10)
1 kilogram tetes tebu atau gula merah, hindari gula pasir
3 kilogram sampah organik
10 liter air
Langkah-langkahnya
- Siapkan wadah berbahan plastik. Hindari berbahan logam atau kaca. Ukur volume wadah untuk mengitung perbandingannya. Misalnya wadah diisi air 10 liter.
- Timbang molase atau gula merah 1 kilogram dan masukkan ke dalam wadah yang sudah diisi air. Lalu diaduk rata.
- Timbang sampah organik kulit buah, sayur, batang sayur, 3 kilogram dan masukkan ke dalam larutan molase, aduk rata, tutup rapat. Hindari sampah keras (batang kayu, kulit durian).
- Buka tutup secara berkal misalnya seminggu sekali untuk mengaduk dan merendam semua bahan yang mengapung agar fermentasinya lebih sempurna. Bila semua sampah sudah terendam dengan air, maka tidak perlu diaduk. Tutup bisa dibuka dua minggu sekali untuk melepaskan gasnya.
- Bagi yang membuat dengan wadah kecil (botol kemasan aqua, jeriken), disarankan membuka setiap hari selama dua minggu hingga gasnya berkurang.
- Biasanya gas paling banyak di minggu pertama dan minggu kedua. Memasuki minggu ketiga dan keempat sudah berkurang.
- Setelah tiga bulan atau 100 hari bisa dipanen. (*)
Bachtiar Djanan, Wakil Ketua NGO Hidora