BATUKITA.COM-Medan - Sebuah musik bukan hanya perpaduan bunyi bersumber dari alat musik. Musik, juga bisa berasal dari aransemen bunyi natural, misalnya bunyi menggoreng kerupuk, berisik angkutan kota bahkan suara api membakar kopi.
Adalah Rani Jambak, seorang komposer muda kreatif dari Medan yang concern membuat komposisi musik bersumber dari bunyi-bunyian alam dan natural.
Di tangan Rani Jambak, bunyi-bunyian khas di suatu tempat menghasilkan relasi antara memori, imajinasi, persepsi, pengertian. Juga berhubungan dengan perasaan tertentu dan interaksi individu terhadap lingkungan soniknya. Itulah konsep dasar karya kreatif terbaru yang disuguhkan seorang Rani Jambak.
Bagi seorang Rani Jambak, bunyi adalah media ampuh yang membantu manusia berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui bunyi-bunyian yang khas, terangkai gambar dalam persepsi dan imajinasi pendengarnya. Yakni mengenai sebuah lanskap (pemandangan) suara. Di mana lanskap suara di suatu tempat akan berbeda dengan tempat yang lain. Itu dibedakan dengan adanya penanda-penanda suara yang khas.
Misalnya, lanskap suara di kota metropolitan biasa ditandai dengan bunyi-bunyian bising deru mesin mobil, suara klakson, teriakan dan peluit tukang parkir. Suara ini menghasilkan perasaan dan persepsi tentang kehidupan yang diburu-buru, dinamis, bergairah, kerja keras, gelisah, individual, dan penguasaan.
Lalu lanskap suara di desa, biasa ditandai dengan bunyi suara ayam berkokok, kicau burung, bunyi jangkrik, suara orang mencangkul. Atau bunyi batang bambu bergesekan ditiup angin, suara obrolan dan gelak tawa di kedai kopi. Suara desa ini menghasilkan persepsi dan perasaan damai, tentram, teduh, sejuk, kekeluargaan, akrab, dan gotong-royong.
Lanskap suara juga bisa dibedakan berdasarkan perspektif wilayah, terkait ada budaya lokal yang melekat dalam suatu komunal yang berada dalam suatu wilayah.
Bagaimana lanskap suara di wilayah Bali tentu akan berbeda dengan di Jawa Tengah, dan tentu berbeda pula dengan di Minangkabau.
Ada penanda-penanda lokal, yang sangat terkait dengan aktivitas budaya entitas setempat.
Dan bunyi-bunyian khas suatu daerah, sangat mungkin akan hilang ataupun berubah. Hilangnya bunyi khas itu seiring dengan dinamika perubahan aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di suatu daerah.
Karena itulah, maka bunyi-bunyian yang khas menjadi target koleksi bagi Rani Jambak. Komposer lulusan S-2 di Macquarie University, Sydney, Australia ini, terdorong untuk menjadi seorang pemburu suara.
Ia mengumpukan bebunyian khas dalam rekaman audio digital. Bunyi itu sebagai koleksi bahan baku untuk karya-karyanya. Bunyi itu dikurasi, untuk kemudian diolah kembali dengan teknologi musik digital, menjadi sebuah komposisi.
Pada Senin 29 Maret 2021, tepat di hari ulang tahun Rani Jambak ke-29, Ia merilis sebuah komposisi kreatif bertajuk "Suara Minangkabau". Perilisan diselenggarakan oleh Medan Creative Hub, berlokasi di d’Caldera Coffee, Medan, mulai jam 19.30 WIB.
Acara dapat disimak secara live streaming di channel YouTube: RKI Project (Rumah Karya Indonesia). Karya Suara Minangkabau sepenuhnya didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Karya "Suara Minangkabau" merupakan komposisi inovatif. Yakni rajutan berbagai bunyi-bunyian khas daerah Minangkabau. Suara-suara itu direkam Rani Jambak sebagai sampling suara, kemudian diolahnya serta diaransemen menjadi sajian komposisi musik yang indah, unik, dan artistik.
Proses Produksi Suara Minangkabau
Proses berburu bunyi atau field recording (perekaman di lapangan) dilakukan Rani Jambak pada November 2020 di Sumatera Barat, selama 12 hari.
Sedangkan proses perburuan suara dalam perekaman untuk Rantau (Medan) dilakukannya pada Februari 2021.
Rani Jambak (sound recordist) dan Evi Ovtiana (videografer) merekam berbagai aktivitas sosial budaya di Sumatera Barat. Meliputi aktivitas di pasar, berkebun, berburu babi, melaut, rumah gadang. Ada pula rekaman pemain musik tradisi, makanan tradisional, randai, sawah, perbukitan, transportasi. termasuk rekaman pembuatan sampan, lembah, air terjun, danau, mesjid, hewan, alat musik talempong batu, dan banyak lagi.
Beberapa wilayah yang dieksplorasi Rani dan Evi adalah kota Padang, Pariaman, Ampek Angkek, Payakumbuh, Bukit Tinggi, Tabek Patah, Kota Medan, dan Kisaran.
Setelah tuntas berburu bunyi di lapangan, proses selanjutnya dilakukan Rani dan Evi di studio. Yakni mengaransemen komposisi musik dan video editing.
Proses komposisi menggunakan teknik sampling, eksplorasi bunyi dan soundscapes, yang diolahnya menjadi sebuah suguhan karya inovatif.
Campaign Material : #futureancestor
Pada karya Suara Minangkabau, Rani Jambak mengusung tema #futureancestor pada kampanye sosial media. Tag #futureancestor secara harafiah berarti leluhur masa depan. Bagi Rani, semua manusia yang hidup masa kini akan menjadi leluhur di masa yang akan datang.
Apapun buah pikir dan yang kita lakukan saat ini akan menjadi warisan bagi generasi mendatang. "Kita sedang menulis sejarah dan tradisi yang baru," katanya. Namun, bagaimana kita menyikapi warisan dari leluhur masa lalu kita?
Perkembangan globalisasi dan modernisasi memaksa manusia terus berbenturan dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh leluhur pada masa lalu.
Bagi Rani, benturan dalam prosesnya tidak harus selalu dihadapi dengan sikap penolakan atau antikritik. Selayaknya warisan, kita dapat memahaminya terlebih dahulu kemudian mempertimbangkan apakah nilai-nilai ini masih relevan atau tidak untuk diteruskan.
Namun, kita patut mengapresiasi buah pikir para leluhur dan menganalisis nilai-nilai tersebut, yang bisa saja sangat futuristic. Sehingga kita masih bisa mengaplikasikannya dengan sentuhan modernitas. Sejalan dengan karya Suara Minangkabau yang berupaya untuk membongkar kembali pemahaman terhadap nilai-nilai dan sejarah Minangkabau pada masa lalu, yang kemudian “warisan" tersebut diadaptasi dengan perkembangan yang kekinian di era digital ini.
#futureancestor secara simbolik mengajak para pemuda untuk berpikir dan bertindak selayaknya kita yang akan menjadi pewaris pemikir di masa depan. Dalam pergerakan pemajuan budaya dan pertahanan alam yang menjadi kekayaan nusantara.
Lebih Intim dengan Rani Jambak
Rani Jambak adalah musisi dan komposer kelahiran 1992. Wanita berkacamata ini memiliki nama lengkap dan gelar akademis: Rani Fitriana, S.Pd.,M.Cr.Ind.
Gadis berdarah Minangkabau ini mengenyam pendidikan S1-nya di Program Studi Seni Musik, Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik, Fakultas Bahasa dan Musik, Universitas Negeri Medan, 2010-2015.
Rani melanjutkan pendidikan S-2 di Jurusan Creative Industry, Department of Media, Music, Communication and Cultural Studies, Faculty of Art, Macquarie University, Sydney, Australia. Ia terbang ke Australia mengikuti program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan Indonesia. Gelar master diperolehnya pada 2018.
Sepulangya dari pendidikan di Australia, Rani totalitas terjun berkarir dan berkarya di jalur musik.
Rani tampil dalam berbagai event budaya dan event musik. Antara lain Tao Silalahi Arts Festival 2018 di Danau Toba, Mini Concert and Discusion di Yogyakarta, International Seminar Australia, France & Japan AR Education, Celeb Nature Festival di Makassar.
Ada pula event Medan Most Inspiring Award 2018 & Medan Kover Face IV, Festival Musik Dalam Layar (Episode 3) Live streaming concert (disponsori OneBeat Accelerator & @america). Lalu 24 Hours Medan - Eksperimental film bisu dengan live music sebagai soundtrack (disponsori oleh Robert Bosch Stiftung, MitOst, Embassy of the Federal Republic of Germany in Jakarta).
Rani Jambak juga menjadi project manager pada sebuah event Medan Soundspectives - sebuah festival budaya dengan fokus pada seni mendengar dan keberagaman akustik kota Medan (disponsori oleh Robert Bosch Stiftung, MitOst, Embassy of the Federal Republic of Germany in Jakarta).
Di akhir tahun 2020, ia menjadi komposer serta sound designer dalam instalasi audio visual (directed by Evi Ovtiana) bertajuk: Bétel: Keeping Tradition dan Bétel: Embracing Questions. Acara ini mengupas tentang tradisi sirih, pada rangkaian Novembré Numerique 2020 (peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Perancis - Indonesia, yang disponsori oleh Institut Français d'Indonésie Jakarta).
Ia punya Nature Creative Lab, studio dan laboratorium musik kreatif yang dikembangkan Rani Jambak untuk eksplorasi musik dan desain suara.
Di studionya, Rani telah melahirkan beberapa karya kreatif yang dibaginya dalam beberapa kategori: "Hybrid of Sumatra", yaitu lagu-lagu tradisional Sumatera yang di-aransemen ulang dengan kemasan musik elektronik.
Ada "#formynature" lagu untuk kampanye pelestarian lingkungan, "Contemporary Soundscapes" yaitu komposisi musik yang mengeksplorasi keberagaman bebunyian khas, dan "Comercial" yaitu musik-musik untuk kepentingan komersial.
Dalam "Hybrid of Sumatra", Rani telah melahirkan karya-karya aransemen musik elektronik untuk lagu-lagu etnik: Piso Surit (Karo) pada tahun 2018, Pak Ketipak Ketipung (Melayu) pada tahun 2018. Juga ada Hybrid of Serampang 12 (Melayu) pada tahun 2019, Serma Dengan Dengan (Simalungun) pada tahun 2020.
Sedangkan dalam "#formynature", Rani telah melahirkan karya-karya kampanye penyelamatan lingkungan hidup. Antara lain Nature (2018), Smoke Blanket (2019), The Eyes (2020, berkolaborasi dengan Orangutan Haven).
Sebagai salah satu rangkaian (alternatif produk kampanye) dari rilisan lagu The Eyes, Rani Jambak juga membuat beberapa seri episode podcast berjudul Pongo, dalam channel-nya Spotify-nya, yaitu Cuap-Cuap Rani Jambak.
Untuk kategori "Contemporary Soundscapes", Rani telah menghasilkan komposisi-komposisi musik yang mengeksplorasi keberagaman bebunyian khas dalam karya-karya Sound of Medan (2020, disponsori Goethe Institut Singapore, dalam project Sound of X, yang melibatkan 8 negara). Ada Harmoni Sumatera Utara (2020, disponsori HUMAS Provinsi Sumatera Utara), dan Suara Minangkabau yang disponsori oleh Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia).
Sementara untuk kategori "Comercial", beberapa karya musik Rani antara lain yaitu iklan komersil Go Food (2020). Lalu ada beberapa musik untuk penelitian dosen Universitas Bina Guna dan mahasiswa S-2 Universitas Negeri Medan mengenai senam dengan teknik pencak silat Minangkabau dan senam aerobik Sumut (2021).
Tak ketinggalan musik untuk tari etnik modern Aceh untuk komunitas tari GM Medan (2019), mengaransemen ulang lagu anak Medan menjadi lagu anak Medan lawan corona (2020).
Saat ini Rani Jambak tengah mempersiapkan karya barunya yang disponsori Goethe Institut Germany, yaitu Virtual Partner Residency. Karya ini berupa program berkolaborasi secara virtual bersama Lyra Pramuk, seniman dari Jerman. Mereka membuat karya bersama, saling bertukar referensi dan perspektif, hingga menghasilkan karya kolaborasi, yang akan segera di-launching beberapa waktu ke depan. (*)
Yosi Arbianto