caption Peluang ekspor komoditi vanili masih sangat besar dan nilainya menggiurkan. Apalagi, Indonesia sudah punya nama dan tercatat sebagai negara kedua terbesar eksportir produk perkebunan "emas hijau" ini. Tampak buah vanili yang masih muda (Foto: courtesy vanili-indonesia for BATUKITA.com)
BATUKITA.COM-Kota Batu - Peluang ekspor komoditi vanili masih sangat besar dan nilainya menggiurkan.
Apalagi, Indonesia sudah punya nama dan tercatat sebagai negara kedua terbesar eksportir produk perkebunan "emas hijau" ini.
Meski kedua terbesar, namun volumenya (tonasenya) terpaut jauh dibanding Madagaskar yang berada di urutan pertama negara eksportir vanili.
Berdasarkan data jumlah ekspor dari FAOSTAT, ambil saja 10 tahun terakhir, volume ekspor Indonesia masih tertinggal jauh.
Pada 2021, Indonesia mengekspor 345,65 ton vanili. Sedangkan Madagaskar pada tahun yang sama bisa menjual ke pasar luar negeri mencapai 2534,32 ton. Indonesia hanya 13,6 persen dibanding pasar yang dikuasai Madagaskar.
Pada 2016, volume ekspor vanili Indonesia mencapai 606,21 ton. Sedangkan Madagaskar 1.608,84 ton. Persentase Indonesia lebih baik tahun 2016 ini, mencapai 37,7 persen.
Mundur lagi pada 2011, tonase ekspor vanili Indonesia di angka 309 ton. Sedangkan Madagaskar mencatat volume ekspor vanili 2.117. Indonesia hanya 14,6 persen saja dibanding volume yang dikirim Madagaskar ke pasar dunia.
Pada tahun 1988 hingga 2004, kedua negara pernah punya volume ekspor yang kompetitif. Namun, mulai 2004 itu, volume ekspor Madagaskar melonjak drastis. Sementara Indonesia statis cenderung turun.
Belum diketahui apa penyebab melonjaknya volume eskpor itu. Namun faktanya, Madagaskar menguasai pasar ekspor vanili hingga hari ini.
Apalagi, Indonesia sudah punya nama dan tercatat sebagai negara kedua terbesar eksportir produk perkebunan "emas hijau" ini.
Meski kedua terbesar, namun volumenya (tonasenya) terpaut jauh dibanding Madagaskar yang berada di urutan pertama negara eksportir vanili.
Berdasarkan data jumlah ekspor dari FAOSTAT, ambil saja 10 tahun terakhir, volume ekspor Indonesia masih tertinggal jauh.
Pada 2021, Indonesia mengekspor 345,65 ton vanili. Sedangkan Madagaskar pada tahun yang sama bisa menjual ke pasar luar negeri mencapai 2534,32 ton. Indonesia hanya 13,6 persen dibanding pasar yang dikuasai Madagaskar.
Pada 2016, volume ekspor vanili Indonesia mencapai 606,21 ton. Sedangkan Madagaskar 1.608,84 ton. Persentase Indonesia lebih baik tahun 2016 ini, mencapai 37,7 persen.
Mundur lagi pada 2011, tonase ekspor vanili Indonesia di angka 309 ton. Sedangkan Madagaskar mencatat volume ekspor vanili 2.117. Indonesia hanya 14,6 persen saja dibanding volume yang dikirim Madagaskar ke pasar dunia.
Tabel Volume Ekspor Vanili Indonesia dan Madagaskar (ton)
Pada tahun 1988 hingga 2004, kedua negara pernah punya volume ekspor yang kompetitif. Namun, mulai 2004 itu, volume ekspor Madagaskar melonjak drastis. Sementara Indonesia statis cenderung turun.
Belum diketahui apa penyebab melonjaknya volume eskpor itu. Namun faktanya, Madagaskar menguasai pasar ekspor vanili hingga hari ini.
Volume Ekspor Vanili Indonesia dan Madagaskar 1980-2021 (ton)
Nilai Ekspor Vanili Indonesia dan Madagaskar 1980-2021 (1.000 USD)
Tentang Vanili
Menurut Chandrayani et al. (2016), vanili merupakan salah satu rempah-rempah bernilai ekonomi cukup tinggi.Vanili dikonsumsi dalam bentuk makanan dan minuman. Lebih dari itu, vanili digunakan sebagai parfum dan aromaterapi.
Vanili (Vanilla planifolia) merupakan jenis tanaman rempah yang merambat. Tanaman vanili dikembangbiakkan di negara beriklim tropis.
Vanili bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Meksiko.
Vanili masuk ke Indonesia pada 1819. Vanili berkembang pesat di Jawa sepanjang 1960 sampai 1970. Saat ini vanili tersebar di banyak wilayah di Indonesia.
Sentra produksi vanili di Indonesia menurut Pusdatin Kementerian Pertanian (2022) ada beberapa tempat.
Yaitu Jawa Timur dengan volume produksi 5.659 ton. Lalu Jawa Barat dengan volume produksi 1.543 ton.
Provinsi Nusa Tenggara Timur punya produksi 4.160 ton, Sulawesi Selatan sebesar 2.087 ton dan Sulawesi Utara sebesar 1.850 ton.
Kendala Produksi Vanili
Permasalahan budidaya vanili di Indonesia adalah produktivitas dan mutu yang masih rendah.Menurut Rahmawati (2012), produktivitas dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian lingkungan tumbuh, varietas, teknik budidaya, dan serangan hama-penyakit.
Mutu vanili umumnya dipengaruhi banyak faktor. Antara lain umur panen, panjang polong, dan proses pengolahan pasca panen (kadar vanili).
Menurut Alwandis (2020), penurunan jumlah produksi vanili dikarenakan banyaknya petani vanili yang beralih ke komoditas lain karena terjadinya penurunan harga di pasar internasional atas vanili Indonesia.
Penurunan produksi juga disebabkan kualitas vanili yang tidak seragam. Itu akibat dari pemakaian bibit yang kurang bagus, budidaya dan penanganan pascapanen yang kurang baik.
Penyebab lain dari penurunan jumlah produksi adalah petani banyak yang menebang tanaman vanili karena mahalnya harga bibit vanili dan sulitnya pemeliharaan tanaman vanili.
Berbeda dengan komoditas lain yang "tinggal menunggu panen", vanili harus dibantu penyerbukannya agar berbuah.
Berhasil atau tidaknya penyerbukan sangat bergantung pada kecakapan petani.
Di sisi lain, seringkali adanya permainan eksportir dapat menyebabkan harga jatuh di tingkat petani (Firjionita et al, 2021).
Munculnya serangan penyakit busuk batang vanili (BBV) juga menjadi kendala pengembangan vanili Indonesia.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kadir et al (2019) yang menyatakan adanya cendawan Fusarium yang ditemukan pada akar, batang, cabang batang, dan daun.
Adanya jamur Fusarium itu berakibat mutu tanaman vanili Indonesia kurang bagus.
Gejala penyakit BBV paling sering menyerang tanaman vanili pada umur tiga tahun ke atas dan menyebabkan jaringan batang tanaman busuk berwarna kecoklatan (Kartubi et al, 2018).
Berbagai usaha pengendalian penyakit BBV pada vanili telah dilakukan.
Misalnya pemberian pupuk buatan, rotasi tanaman, pemberoan tanah, fungisida, dan cara hayati.
Pekebun vanili di Garut, Jawa Barat, mengendalikan BBV dengan menebar jamur Trichoderma.
Juga kombinasi Trichoderma dan semprotan pestisida nabati daun cengkih dinilai efektif mengendalikan busuk batang vanili.
Pekebun di Badung, Bali mempunyai cara lain, yaitu dengan merambatkan vanili di pakis yang
sengaja ditempel di pohon dadap (Erythrina variegata).
Setiap ruas vanili mengeluarkan akar yang mengikat pakis. Begitu batang bagian bawah
terserang BBV, langsung dipangkas, sementara vanili tetap hidup dengan akar udaranya yang lain.
Berani ambil peluang?(#)
Yosi Arbianto